Menata Hati, Mengukir Nasib.


ads
Metafisika Modern

Tauhid, Fitrah Diri

TEMUKAN FITRAH DIRI

Untuk menemukan benang merah yang mempertemukan inti yg menjadi persamaan di antara agama-agama yg ada sekarang ini. Maka kenalilah Agama Fitrah yg sudah Allah berikan di dalam hati tiap manusia..............

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya la h yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?”

kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci ini: (tetaplah atas) fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Hukum-hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar. Tapi sebagian besar manusia tidak mengetahui (QS Ar Rum [30]:30)

Manusia sebagai makhluk yang terbatas, akan selalumendambakan bantuan kepada Dzat tak terbatas , sumber segala sesuatu. Biasanya fitrah itu muncul saat manusia merasa dirinya tidak berdaya dalam menghadapi kesulitan. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, Kaum musyrikin disebutkan bahkan akan selalu memanggil-manggil dan mengakui keesaan Tuhan yang tidak ada sekutu bagi-Nya

Q.S. Az-Zumar ayat 38
Artinya : “dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaKu, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.

Dalam ayat ini disebutkan, bahkan apabila musyrikin ditanya tentang Pencipta alam semesta ini sekalipun, mereka pasti tetap akan mengatakan Allah SWT-lah penciptanya. Sayyid Quthb menyatakan , “Fitrah manusia tak mampu melontarkan kecuali pengakuan itu. Akal tidak mampu berdalih tentang penciptaan langit dan bumi kecuali adanya kehendak yang tinggi. “[1]

Inilah bentuk pengakuan haqiqat Allah menurut fitrah manusia seluruhnya, sekalipun kaum penyembah berhala(musyrik) maupun yang menolak kebenaran ini (atheis).

[1] Tafsir Fi Zhilalil Qur`an (Dibawah Naungan Al-Qur’an) : Jilid 10, penerjemah :As’ad Yasin dkk,Gema Insani Press, Jakarta, 2004

Kiranya tak diragukan lagi bagi manusia yang berakal bahwa alam semesta dengan segala isinya diperuntukkan bagi kepentingan hidup manusia di dunia. “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi ini untuk kamu sekalian” (Q.S.Al-Baqarah 29).

Namun tak semua manusia menyadari untuk apa keberadaan manusia itu sendiri di dunia ini. Pertanyaan mendasar yang ada pada setiap diri manusia inilah yang mendorong manusia mencari jawabannya diluar dirinya yang menurut islam, keberadaan diri manusia didunia tak lain ialah untuk beribadah, dalam arti mentaati segala aturan yang diciptakan oleh Tuhan Pencipta manusia yang pasti lebih tahu tentang apa yang baik bagi manusia.

Dan tidaklah Kami (Allah) ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Tuhan”. (Q.S.Az-Zaariat 56).

Itulah fitrah manusia sebagai makhluk yang selalu bertanya, bertanya artinya mencari jawaban yang berarti mencari kebenaran. Sedangkan kebenaran hakiki datangnya dari sesuatu diluar dirinya yang ia yakini sebagai sumber kebenaran mutlak yang tak lain ialah Tuhan. Maka dengan kata lain, pada dasarnya manusia adalah makhluk pencari kebenaran yang berarti juga makhluk pencari Tuhan.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perobahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”(Q.S.Ar-Rum 30).

Ayat tersebut mengandung arti bahwa manusia diciptakan Tuhan dengan memiliki kecenderungan beragama atau sebagai makhluk pencari Tuhan, sedangkan agama yang benar tidak mungkin ajarannya bertentangan dengan fitrah atau tabiat manusia itu sendiri. Itulah sebab dan buktinya di dunia ini telah bermunculan bemacam-macam agama.

Tapi anehnya, jika semua agama mengajarkan bahwa Tuhan yang mereka yakini sebagai satu-satunya sumber kebenaran mutlak, sebagai satu-satunya Yang Maha Kuasa, mengapa tidak satu saja agama di dunia ini...?

Menurut pandangan islam, hal tersebut membuktikan, meskipun manusia sebagai makhluk pencari Tuhan melalui akalnya, namun akal manusia itu sendiri juga memiliki keterbatasan dan kelemahan dalam pencarian kebenaran..

Maka atas sifat Rahman dan Rahim-Nya pula, selain manusia diberi akal dengan segala keterbatasannya tadi, Tuhanpun melengkapinya pula dengan yang namanya wahyu yang disampaikan kepada manusia melalui para Rasul-Nya. Melalui wahyu-Nya, Tuhan memperkenalkan diri-Nya kepada manusia dan dengan akalnya pula seharusnya manusia juga bisa mengenal Tuhannya lewat pesan-pesan wahyu tadi.

Kami (Allah) tak akan pernah menyiksa suatu kaum (dalam neraka) sebelum Kami mengutus ditengah-tengah mereka seorang Rasul”(Q.S.Al-Isra’15).

Ayat tersebut menegaskan bahwa akal bukanlah satu-satunya jaminan bagi manusia untuk dapat mengenal Tuhannya jika tanpa bimbingan kesucian hati nurani yang telah ditiupkan Tuhan kedalam setiap jiwa manusia. “Fa alhamahaa fujuurahaa wataqwaahaa(Maka Allah telah menanamkan kedalam jiwa manusia petunjuk menuju jalan kefasikan (keburukan) dan menuju jalan ketaqwaan (kebaikan). (Q.S.As-Syams 8). Terserah manusia sendiri untuk memilihnya dengan segala resikonnya. “Sesungguhnya amatlah beruntung bagi orang yang sanggup mensucikan jiwanya dan amatlah rugi bagi orang yang mengotori kesucian jiwanya”(Q.S.Asy-Syams 8-9).

Maka supaya manusia tidak disesatkan oleh keterbatasan akalnya dalam mencari Tuhan, Islam menawarkan sebuah metode pencarian Tuhan dengan membaca ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat Qurániyah ( wahyu Allah ) maupun ayat-ayat Kauniyah (memperhatikan fenomena alam yang akan mengantarkan manusia mengenal Tuhan Pencipta alam).

Sekedar contoh, dalam Al-Qurán Surat Al-Anám 75-79 Tuhan melukiskan proses pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim as. melalaui ayat-ayat kauniyah yang berujung pada keimanan. “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda kekuasaan Kami yang terdapat di langit dan di bumi, agar ia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, ia menatap sebuah bintang seraya berkata, inilah Tuhanku. Namun ketika bintang tenggelam iapun berkata, aku tak suka kepada sesuatu yang lenyap (untuk dipertuhankan). Kemudian ketika ia memperhatikan bulan terbit ia berkata, inilah Tuhanku. Tetapi setelah bulan itu terbenam iapun berkata, sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk padaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian ketika ia menatap mata hari terbit iapun berkata, inilah Tuhanku.Bukankah ia lebih besar? Tatkala matahari terbenam akhirnya ia berkata: Hai kaumku, sesungguhnya aku telah melepaskan diri dari apa yang telah kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan Pencipta langit dan bumi sebagai agama yang benar dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”(Q.S.Al-Anáam 75-79).

Demikianlah proses turunnya hidayah Tuhan kepada seorang hambanya Nabi Ibrahim as.yang merupakan titik temu antara pencarian manusia terhadap Tuhan melalui akalnya dengan petunjuk Tuhan melalui wahyunya. Itulah sebabnya setelah Nabi Ibrahim menemukan Tuhannya melalui pencarian akalnya, iapun menyadari bahwa “Jika sekiranya Tuhan tidak menunjuki diriku dalam aku mencari Dia, niscaya aku tergolong orang-orang yang sesat”(Q.S.Al-Anáam 77) .

Pertanyaannya ialah, jika semua manusia memiliki potensi yang sama untuk dapat mengenal Tuhan, mengapa ada manusia tak beragama?

Jawabannya ialah, boleh jadi manusianya yang telah keluar dari fitrahnya, bukan agamanya yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Karena selain memiliki akal, manusia juga dilengkapi dengan nafsu, baik nafsu mutmainnah yang mengarah kepada kebaikan (wataqwaahaa) maupun nafsu amaaratun bissu’ yang mengarah kepada keburukan (fujuurahaa).

Maka jika semua potensi tersebut difungsikan secara optimal dan proporsional, dipastikan manusia akan tetap berada dalam keaslian fitrahnya yaitu sebagai makhluk pencari Tuhan. Justru perlu dipertanyakan bagi orang tak beragama, apakah ia tak menemukan Tuhan setelah berusaha mencarinya atau sengaja menghindar dari tuntutan hati nuraninya yang merindukan kehadiran Tuhan yang tentunya akan membawa konsekwensi bagi dirinya.

Sebagai perbandingan, jangankan agama yang berada diluar dirinya yang menuntut akal manusia untuk mencarinya, sedangkan akal sendiri yang berada dalam diri manusia dan merupakan sesuatu yang paling berharga bagi dirinya, tidak jarang orang ingin menghindar atau membuangnya dalam arti ingin merasakan kehidupan diluar kendali akal dengan cara memabukkan diri melalui minuman atau obat-obatan yang merusak fungsi akal yang oleh karenanya agama (islam) melarangnya.

Bersukurlah kita sebagai hamba Allah yang telah dapat mengfungsikan rahmat Allah berupa akal dan hati nurani sehingga kita mendapat hidayah berupa iman dan islam dan mudah-mudahan kita dijauhkan dari ancaman Allah dalam firmannya: ”Telah Kami penuhi isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, yaitu mereka yang mempunyai hati tapi tak pernah digunakan untuk memikirkan ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tak digunakan untuk memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah dan mereka mempunyai telinga tak digunakan untuk mendengarkan firman-firman Allah. Mereka laksana binatang bahkan lebih rendah dari itu”(Q.S.Al-A’raf 179). Naúuzubillaahi min zaalik.

Sebagai konsekwensi keimanan seseorang terhadap Tuhan, tentunya harus dibuktikan dengan pengamalan ajaran yang bersumber dari Tuhan yang akan membimbing manusia menuju kesempurnaannya yang dalam ajaran islam dikenal dengan 6 rukun iman dan 5 rukun islam.

Wallaahu a’lam bishshawaab,
ads
Labels: Hikmah

Thanks for reading Tauhid, Fitrah Diri. Please share...!

0 Comment for "Tauhid, Fitrah Diri"

Back To Top