Menata Hati, Mengukir Nasib.


ads
Metafisika Modern

Mental Pengusaha Muslim

Berikut ini delapan karakter negatif (penyakit mental) pengusaha yang harus segera dihilangkan dari karakter seorang pengusaha muslim. Penyakit ini juga bisa menyerang siapa saja selain kalangan pengusaha, tetapi pada pembahasan kita kali ini saya khususkan pembahasannya di tinjau dari sudut pandang karakter bisnis seorang pengusaha muslim.

1. Cemas [al-hamm]
Yaitu kekhawatiran akan terjadinya hal yang tidak disukai di masa sekarang atau yang akan datang. Seorang pengusaha tentu berangkat dari niat yang kuat untuk memulai usaha dan dengan harapan yang kuat bisa memperoleh keuntungan dari hasil usahanya. Dengan rasa optimis, maka usaha akan lebih besar dan respon terhadap masalah akan lebih terukur. Tetapi bila rasa cemas berlebihan, maka bisa menimbulkan rasa minder, pikiran buntu, dan tidak bisa menatap peluang-peluang yang ada di depan mata.

Sebagai pengusaha pemula kadang kita cemas dan khawatir, jangan-jangan produk kita tidak laku, jangan-jangan rugi, dan kekhawatiran lainnya. Kecemasan akan jalannya usaha di masa akan datang bisa saja membuat pengusaha menjadi down, apalagi bagi penguasaha pemula, bisa-bisa dia mutung, tidak semangat menjalankan usaha, bahkan menutup usahanya sama sekali.

Seorang calon pengusaha harus optimis menatap ke depan yang cerah, penuh harapan bahwa usahanya akan berhasil, meluruskan niat dan melakukan semua proses dengan baik.

2. Sedih [al-hazn]
yaitu penyesalan dan duka cita atas apa yang terjadi di masa lalu. Contohnya saja bila seorang penguasaha mengalami kerugian pada hari sebelumnya, maka hal tersebut bisa mempengaruhi pikirannya dan membuatnya trauma. Kesedihan tentu tidak bisa dihindari, akan tetapi bila berlarut-larut maka bias merusak jalannya usaha yang dirintis.

Oleh sebab itu, seorang pengusaha harus segera bangkit dari kesedihan dan menyiapkan mental untuk bangkit dan memperbaiki usahanya.. Dalam kondisi apapun, berusaha menghapus kesediah, yakin dan bersangka baik kepada Allah bahwa apa yang terjadi kemarin, mungin untuk membuat kita bertambah pengalaman dan bertambah kuat menghadapi segala masalah yang mungkin akan dating lebih besar.

3. Lemah [al-‘ajz]
Baik lemah pikiran dan lemah fisik. Lemah pikiran dalam arti tidak punya ide-ide kreatif yang bisa mengembangkan usahanya, juga lemah dalam arti tidak punya keahlian dan ketrampilan untuk menjalankan usahanya, sehingga cepat putus asa dan berhenti dari proses berusaha.

Biasanya pengusaha pemula mempunyai ide-ide yang kreatif, dan energi yang besar ketika memulai usaha. Tetapi ketika mulai mendapatkan rintangan di jalan, mereka kehilangan ide-ide itu dan kehilangan energi untuk menghadapinya. Oleh sebab itu perlu ada support dari orang terdekat, mentor, atau teman sesama pengusaha yang telah merasakan jatuh-bangun dalam menjalankan usahanya.

Terus belajar, terus mencari pengalaman, berbagi pengetahuan dengan sesama pengusaha, atau membaca kisah-kisah sukses para pengusaha, bisa jadi mengikis kelemahan, sehingga lama-kelaman punya ide-ide yang kreatif dan aplikatif, serta trampil dalam menjalankan usaha.

4. Malas [al-kasal]
Yaitu rasa enggan untuk melakukan suatu usaha padahal mampu melakukannya. Malas berkaitan dengan motivasi seseorang. Malas bisa terjadi karena menganggap suatu pekerjaan terlalu mudah, atau menganggapnya terlalu sulit. Bila kita menganggap suatu pekerjaan mudah, maka kita akan menunda-nundanya, dengan alasan bahwa dengan mudah kita bisa menyelesaikannnya dengan cepat. Sebaliknya jika menganggap suatu pekerjaan terlalu sulit, maka kita akan merasa terbebani untuk melaksanakannya dan menganggap bahwa dirinya tidak sanggup melakukannya.

Seorang pengusaha harus memiliki sifat rajin, tekun, giat dalam menjalankan usahanya. Kalau sudah malas melakukan suatu pekerjaan, lalu apalagi yang bisa diharapkan? Hanya merenung, menghayalkan kekayaan, rumah megah, mobil mewah, tapi tidak mau berusaha, maka tidak ada yang didapatnya.

5. Takut [al-jubn]
Rasa takut memulai seringkali muncul pada orang yang hendak memulai usaha. Keadaan seseorang mempengaruhi hal ini. Seseorang yang sudah hidup dalam kemapanan, akan takut untuk memulai usaha, takut kehilangan potensi pemasukan finansial. Seorang pekerja kantoran yang menerima gaji bulanan, akan berat meninggalkan pekerjaannya untuk memulai usaha. Kemapanan yang selama ini dirasakan, sulit untuk dilepaskan, sedangkan memulai usaha membutuhkan waktu dan kesabaran untuk berkembang. Belum lagi takut resiko kerugian.

Ketakutan juga bisa terjadi pada orang yang sudah menjalankan usahanya. Takut membuat ide-ide baru, takut mengambil keputusan untuk perusahaan, takut bersaing dan lailn-lain.

Seorang pengusaha harus berani dan tegas mengambil keputusan, berani membuat ide-ide kreatif yang bisa memajukan usahanya.

6. Bakhil
Seorang pengusaha tentu menjalankan usahanya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Salah satu tujuan berwirausaha adalah agar mempunyai pemasukan finansial yang lebih besar. Tetapi apabila harta sudah terkumpul, maka harus ditunaikan hak-hak dan kewajibannya. Seperti zakat, sedekah dan lain-lain.

Selain bakhil secara materi, bisa juga berarti bakhil atas ide-ide usaha yang dijalankannya. Bila memang sudah sukses, apa salahnya jika berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan para pengusaha pemula, bagaimana tips dan trik menjalankan usaha agar bisa sukses.

Walaupun sekarang telah banyak buku-buku tentang wirausaha dijual di toko-toko buku, ada baiknya kita berbagi langsung dengan orang lain agar kesuksesan juga bisa dinikmati orang banyak. Lagian, dengan berbagi, ilmu tdak akan berkurang.

7. Lilitan Hutang [dhala’i ad-dain]
Musuh lain pengusaha adalah hutang. Memulai usaha tentu butuh banyak modal. Lalu bagaimana mendapatkan modal itu? Beberapa calon pengusaha berani mengambil resiko dengan berhutang dulu untuk modal usahanya. Berhutang tentu boleh saja, asalkan kita punya kemampuan untuk membayarnya. Tetapi, lebih baik apabila modal usaha dari kantong sendiri, sehingga segala resiko di masa mendatang ditanggung sendiri tanpa ada tekanan dari orang lain yang mengejar-ngejar kita karena punya hutang.

Kadang hutang juga menghalangi kita untuk menjalankan usaha. Karena hutang, kita tergoda untuk kembali kerja kantoran, kerja ikut orang lain dan lain sebagainya, sehingga cita-cita untuk beriwarusaha gagal.

8. Dikuasai Orang Lain [ghalabat ar-rijaal]
Ketika kita memutuskan untuk berwirausaha, bukan berarti jalan mudah menanti kita. Kadang orang-orang terdekat kita yang justru menghalangi kita. Oran tua kita dengan keras menentang kita. Anak istri juga menentang kita. Bila kita berkeras menjalankan usaha. Tekanan-tekanan orang-orang tersebut bias menghalangi niat kita untuk memulai usaha. Apalagi bila orang diluar kita lebih dominan, maka niat usaha sulit untuk diwujudkan.

Bagi yang sudah menjalankan usaha, bisa juga mendapatkan tekanan dari orang lain. Seperti apabila kita mau mengambil keputusan, lalu ada orang lain yang berjasa kepada kita, berhutang budi padanya, kita sering mendapatkan hadiah darinya, sehingga kita segan untuk mengambil keputusan baik yang tidak sesuai dengan pemikiran dia. Ini juga jenis tekan dari orang lain.

Bila kita dibawah kekuasaan orang lain, maka kita tidak bisa membuat keputusan untuk diri sendir. Kita tidak punya kemerdekaan untuk menjalankan apa yang kita inginkan.


Oleh sebab itu, rasulullah mengajarkan sebuah doa kepada kita agar terhindar dari delapan penyakit tersebut. Doa tersebut adalah:

اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن ، والعجز والكسل, والجبن والبخل ، وضلع الدين وغلبة الرجال.
البخاري 7 / 158 كان الرسول - صلى الله عليه وسلم - يكثر من هذا الدعاء ، انظر البخاري مع الفتح "11 / 173

"Allahumma inny a'udzu bika minal hammi wal hazani, wal ajzi wal kasali, wal jubni wal bukhli, wal dhola'id daini wa ghalabatir rijaal."

Artinya:
Wahai Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari rasa cemas, sedih, lemah, malas, takut, bakhil, lilitan hutang dan dikuasai orang lain.
(Al Bukhari, 7/158, Fathul Bari, 11/173)



Abdurrahman bin Auf Sang Enterpreneur Sejati
Seorang enterpreneur sejati dengan segala kemampuannya adalah orang yang mampu bertahan, berusaha, lalu berkembang dalam keadaan sesulit apapun. Dalam hal ini kita bisa mengambil ibarat dan teladan dari Sahabat Rasululullah, dimana ketika mereka hijrah dari Makkah menuju Madinah, mereka hanya membawa bekal seadanya. Mereka pergi meninggalkan keluarga, tempat tinggal dan harta yang mereka miliki.

Diantara Sahabat yang sangat pandai berdagang adalah Abdurrahman bin Auf, seorang Sahabat yang termasuk As-saabiquun Al-Awwalun (Orang-orang yang pertama masuk Islam), dan merupakan sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Adalah Abdurrahman bin Auf seorang pedagang yang sangat mahir, dan Allah melimpahkan keberkahan dalam setiap aktifitas dagangnya.

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa tatkala Muhajirin tiba di Madinah, maka Rasulullah shallallahu alihi wa sallam mempersaudarakan antara Abdurrahman bin Auf dengan Saad bin Ar-Rabi'. Saad berkata kepada Abdurrahman bin Auf, "Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya dikalangan Anshar, ambillah separoh hartaku itu menjadi dua. Aku juga mempunyai dua istri, maka lihatlah mana yang engkau pilih agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka nikahilah dia."

Abdurrahman bin Auf berkata, "Semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Lebih baik tunjukkanlah saja mana pasar kalian."

Maka orang-orang menunjukkan pasar Bani Qainuqa'. Tidak seberapa lama kemudian dia sudah mendapatkan samin dan keju. Jika pagi dia sudah pergi berdagang. Suatu hari dia datang agak pucat.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Rasulullah.
"Aku sudah menikah." jawabnya.
"Berapa banyak maskawin yang engkau serahkan kepada istrimu?"
ia menjawab, "Beberapa keping emas."
(Shahih Al-Bukhari, Bab: Ikhaa'un Nabi bainal Muhajirin wal Anshar, 1/553)

Lihatlah bagaimana kemudahan yang disediakan oleh Saad bin Ar-Rabi' tidak membuat Abdurrahman menerima begitu saja. Dia tidak mau mejadi beban bagi orang lain. Bahkan dia memilih untuk berusaha sendiri dengan tangannya, dan Allah memberikan keuntungan yang banyak.

Dan adalah Abdurrahman bin Auf seorang sahabat yang sangat dermawan. Dia memilih menjadi orang dengan tangan diatas (suka menginfakkan hartanya di jalan Allah).

Ibnul Mubarak mentakhrij dari Ma'mar, dari Zuhry, dia berkata, "Abdurrahman bin Auf pernah menginfakkan separoh harta miliknya pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu ditambahi lagi dengan empatpuluh ribu Dinar, lalu ditambah lagi dengan menyerahkan limaratus ekor kuda dan limaratus ekor unta yang mayoritas hartanya ini diperoleh dari hasil perdaganyannya." (Al-Ishabah, 2/416)

Dengan segala kepandaiannya Abdurrahman menjadi teladan bagi kita, tentang kesungguhan, kemandirian, dan kedermawanan, bahkan juga kezuhudan. Kita tentu percaya dan yakin bahwa Abdurrahman bin Auf adalah seorang sahabat yang tahu hukum halal haram, dan tentu saja perniagaannya dijalankan dengan cara yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-suunnah. Tetapi dia masih saja khawatir dengan harta yang dimilikinya akan menjadi beban baginya. Padahal dia telah menginfakkan begitu banyak dijalan Allah.

Al-Bukhari mentakhrij dari Saad bin Ibrahim, dari ayahnya, bahwa Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu pernah disuguhi makanan untuk berbuka, karena pada hari itu dia sedang berpuasa.Lalu dia berkata, "Mush'ab bin Umair telah terbunuh dan dia lebih baik dari aku. DIa dikafani dengan mantelnya, jika mantelnya ditarik ke atas untuk menutupi kepalanya, maka kedua kakinya menyembul, dan jika mantel itu ditarik untuk menutupi kedua kakinya, maka kepalanya meyembul. Aku juga pernah mendengar dia berkata, "Hamzah telah terbunuh dan dia lebih baik dari aku." kemudian keduniaan dihamparkan dan dilumpahkan kepada kita. Kami khawatir kesenangan-kesenangan ini disegerakan kepada kita di dunia saja." lalu diapin menangis.

Yang serupa dengan ini juga ditakhrij Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah, 1/100.

Lihatlah, seorang sahabat yang dijamin untuk masuk surga masih bisa menangis khawatir bahwa kesenangan itu hanya di dunia saja. Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkan harta kita diperoleh dengan perniagaan yang halal, sudahkan kita membersihkan harta kita dengan zakat? Berapa banyak yang sudah kita infakkan di jalan Allah? Mari menghitung-hitung diri!.

SOURCE : ANALISA USAHA
ads
Labels: Tips Bisnis Muslim

Thanks for reading Mental Pengusaha Muslim. Please share...!

0 Comment for "Mental Pengusaha Muslim"

Back To Top